Selain sebagai suatu proses aktivitas, tidak hanya
sebagai suatu produk yang dijadikan bahan ajar. Sementara ini guru memandang
matematika hanya sebagai hasil buah pikir manusia pendahulu, kemudian diajarkan
kembali kepada manusia lain generasi berikutnya untuk dipelajari dan
dimanfaatkan. Guru melaksanakan pengajaran matematika hanya sebagai produk dan
bukan matematika sebagai proses.
Freundenthal mengemukakan bahwa pembelajaran
matematika seyogyanya dilakukan dengan sistem guided reinvention,
kegiatan yang mendorong siswa untuk belajar menemukan konsep atau aturan, yaitu
dengan memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk mencoba proses
matematisasi (proces of mathematization), tidak hanya diberitahukan.
Menurut Freudenthal (1991) matematika strukturalis
diajarkan di menara gading oleh ratio individu yang jauh dari dunia masyarakat.
Selanjutnya, menurut filosofi empiristik bahwa dunia adalah kenyataan.dalam pandangan
ini kepada siswa disediakan berbagai material yang sesuai dengan dunia
kehidupan para siswa,Para siswa memperoleh kesempatan untuk mendapatkan
pengalaman yang berguna, namun sayangnya para siswa tidak dengan segera
mensistemasikan dan merasionalkan pengalaman. Dalam filosofi realistic, kepada
siswa diberikan tugas-tugas yang mendekati kenyataan, yaitu yang dari dalam
siswa akan memperluas dunia kehidupannya.Kemajuan individu maupun kelompok
dalam proses belajar sebarapa jauh dan seberapa cepat akan menentukan spektrum
perbedaan dari hasil belajar dan posisi individu tersebut. Dalam kerangka Realistic Mathematics Education,
freudenthal (1991) menyatakan bahwa “Mathematics
is human activity” karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat
dari aktivitas manusia.
Inovasi Pembelajaran Matematika Romberg (1992 )
mengatakan bahwa dalam pendidikan khususnya dalam pendidikan matematika,
individu atau kelompok dapat membuat suatu produk baru untuk memperbaiki suatu
pembelajaran, produk ini mungkin berupa produk materi pembelajaran baru, teknik
pembelajaran baru, ataupun program pembelajaran baru. Pengembangan produk baru
ini melibatkan proses engineering dengan cara menemukan bagian-bagian tertentu
dan meletakkannya kembali untuk membuat suatu bentuk baru.
Proses matematisasi selanjutnya menurut Treffers
(2000) ada dua tipe, yaitu horizontal dan vertikal. Pada tahap horizontal siswa
akan sampai pada tahap mathematical tools,seperti fakta, konsep, prinsip,
algoritma, dan aturan yang dapat berguna untuk menyelesaikan persoalan
matematik. Pada tahap vertikal adalah proses reorganisasi matematik, misalnya
menemukan keterkaitan antara beberapa konsep dan menerapkannya dalam pemecahan
masalah. Tahap matematisasi horizontal adalah proses dari dunia empirik menuju
dunia rasio, sedangkan matematisasi vertikal adalah proses transformasi pada
dunia rasio dalam pengembangan matematika secara abstrak.
Ada empat tahap utama dalam pengembangan ini yaitu :
desain hasil, kreasi hasil, implementasi hasil, dan penggunaan hasil. Bentuk
inovasi tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan hasil proses belajar
mengajar, yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam menyerap
konsep-konsep, prosedur, dan algoritma matematika. Pengembangan pembelajaran
matematika dengan pendekatan realistik merupakan salah satu usaha meningkatkan
kemampuan siswa memahami matematika. Usaha-usaha ini dilakukan sehubungan
dengan adanya perbedaan antara ‘materi’ yang dicita-citakan oleh kurikulum
tertulis dengan ‘materi yang diajarkan’, serta perbedaan antara ‘materi yang
diajarkan’ dengan materi yang ‘dipelajari siswa’. Dalam banyak hal, pengajaran
sering kali diinterpretasikan sebagai aktivitas yang dilakukan guru : mula-mula
ia mengenalkan subjek, memberikan satu atau dua contoh, kemudian menanyakan
pertanyaan satu atau dua pertanyaan, kemudian meminta kepada siswa yang pasif
untuk menjadi lebih aktif, dengan memulainya melengkapi latihan-latihan soal
dari buku. Kelas dalam kombinasinya dengan guru akan menentukan dengan cara
mana hasil optimal akan didapat. Hal ini akan menyangkut interaksi sesama
siswa, kerja individual, kerja kelompok, diskusi kelas, presentasi hasil
pekerjaan siswa, presentasi guru, dan aktivitas lainnya dalam mengorganisasikan
kelas sedemikian sehingga hasil yang diperoleh akan optimal. Keadaan yang
seperti ini yang menuntut agar guru yang akan mengajar dengan pendekatan
realistik memahami framework dari pendekatan realistik.
Pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan
realistik, terutama di negeri asalnya, Negeri belanda, telah dilakukan selama
tak kurang dari 30 tahun, telah membawa hasil bahwa 75% sekolah-sekolah di
Negeri Belanda telah menggunakan pendekatan realistik (Treffers, 1991).
Pendekatan Realistik di Antara pendekatan Lainnya
Dalam Pendidikan Matematika Secara umum ada empat pendekatan pembelajaran
matematika yang dikenal, Traffers (1991) membaginya dalam mechanistic,
strukturalistic, empiristic dan realistik.Supaya kita mengetahui posisi dari
filsafat realistik, akan di uraikan secara singkat pendekatan menurut filosofi
lain di luar realistik sebagai berikut: Menurut filosofi mechanistic bahwa
manusia ibarat komputer, sehingga dapat di program dengan cara drill untuk
mengerjakan hitungan atau algoritma tertentu dan menampilkan aljabar pada level
yang paling sederhana atau bahkan mungkin dalam penyelesaian geometri serta
berbagai masalah, membedakan dengan mengenali pola-pola dan proses yang berulang-ulang.Dalam filosofi
structuralistic, yang secara historis berakar pada pengajaran geometri
tradisional, bahwa matematika dan sistemnya terstuktur secara baik.Manusia
dengan kemuliaannya, belajar dengan pandangan dan pengertian dalam berbagai
rational, di anggap sanggup menampilkan deduksi-deduksi yang lebih efesien
dengan cara menggunakan subjek mater sistematik dan terstruktur secara baik.Dalam filosofi
yang pada mulanya dijalankan oleh sokrates para siswa diharapkan patuh untuk
mengulang-ulang deduksi pokok.Untuk menguji hasil pengulangan apakah
hanya membeo saja atau benar-benar menguasai suatu kumpulan permasalahan
selanjutnya siswa di latih secara drill.
Prinsip-Prinsip pembelajaran Realistik Terdapat
lima prinsip utama dalam kurikulum matematika realistik, yaitu:
1.
Menggunakan konteks yang real terhadap siswa sebagai titik awal untuk
belajar
2.
Menggunakan model sebagai suatu jembatan antar real dan abstrak yang
membantu siswa belajar matematika pada level abtrak yang berbeda
3.
Menggunakan produksi/kontribusi siswa sendiri atau strategi sebagai hasil
dari mereka “doing mathematics”
4.
Interaksi antara siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam
RME
5.
Terintegrasi dengan topik lainnya
(Intertwinment). Kelima prinsip belajar ( dan mengajar ) menurut filosofi
‘realistic’ di atas inilah yang menjiwai setiap aktivitas pembelajaran
matematika.
Dalam pengembangan pendekatan realistik, yang pada umumnya menggunakan
pendekatan ‘developmental research’, Freudenthal (1991) menjelaskan bahwa
‘developmental research’ adalah pengalaman proses siklis dari pengembangan dan
penelitian secara sadar, kemudian dilaporkannya secara jelas. Pengalaman ini
kemudian dapat di transfer kepada yang lain menjadi seperti pengalaman sendiri.
Dalam proses pengembangan bahan ajar dengan pendekatan realistik disampaikan
menggunakan developmental research, dengan dua karakteristik yaitu : percobaan
berfikir dan implementasi pembelajaran. Tujuan dari para peneliti dalam
developmental research ini bukanlah untuk menyelesaikan suatu masalah secara
cepat(immediate) melainkan untuk menyatakan suatu pertimbangan secara baik, dan
penurunan teori pembelajaran secara empiris. Perlu diingat bahwa teori
pembelajaran yang dikembangkan dalam projek penelitian yang dilaksanakan
dikatakan sebagai teori pembelajaran lokal, yang memberikan suatu jawaban umum
untuk satu topik yang diberikan. Dalam projek penelitian, siklus dari
pembelajaran matematika melayani pengembangan teori pembelajaran lokal. Dalam
kenyataannya terdapat hubungan reflektif antara thought experiment dan
instructional experiment dari teori pembelajaran lokal yang sedang dikembangkan.
Di satu pihak conjecture (hipotesis) teori pembelajaran lokal membimbing
thought experiment dan instructional experiment, dan di lain pihak,
microinstruction experiment membentuk teori pembelajaran lokal. Dengan demikian
pengembangan dari pembelajaran matematika menggunakan pendekatan realistik
memerlukan tahap implementasi dengan menggunakan beberapa asumsi. Kerangka
pembelajaran dengan pendekatan realistik mempunyai dua kelebihan. Menuntun
siswa dari keadaan yang sangat konkrit (melalui proses matematisasi horizontal,
matematika dalam tingkat ini adalah matematika informal). Biasanya mereka (para
siswa) dibimbing oleh masalah-masalah kontekstual.
Dalam falsafah realistik, dunia nyata digunakan
sebagai titik pangkal permulaan dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan
matematika. Menurut Treffers dan Goffree (1985, dalam De Lange 1996) bahwa
masalah kontekstual dalam kurikulum realistik berguna untuk mengisi sejumlah
fungsi :
1.
Pembentukan konsep : Dalam fase pertama pembelajaran para siswa diperkenankan
untuk masuk ke dalam matematika secara alamiah dan termotivasi.
2.
Pembentukan model : Masalah-masalah kontekstual memasuki fondasi siswa
untuk belajar operasi, prosedur, notasi, aturan, dan mereka mengerjakan ini
dalam kaitannya dengan model-model lain yang kegunaannya sebagai pendorong
penting dalam berfikir.
3.
Keterterapan : Masalah kontekstual menggunakan ‘reality’ sebagai sumber dan
domain untuk terapan.
4.
Praktek dan latihan dari kemampuan spesifik dalam situasi terapan. Dengan
gagasan seperti di atas, bagaimana supaya para siswa memiliki konsep matematika
yang kuat salah satu alternatif yang ditawarkan adalah pendekatan realistik.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas maka
langkah-langkah pembelajaran RME yang akan diterapkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Siswa diperkenankan untuk masuk ke dalam matematika secara alamiah dan
termotivasi.
2.
Guru menjelaskan secara realistik melalui media yang familiar dengan siswa.
3.
Siswa memperhatikan penjelasan guru.
4.
Siswa mencoba menggunakan media yang telah disediakan.
5.
Guru memfasilitasi siswa untuk
bekerja kelompok.
6.
Siswa menampilkan hasil kerja kelompok.
7. Guru
bersama siswa membuat simpulan dari materi pelajaran.
Daftar pustaka :
Freudenthal. 1991.
Strategi Pembelajaran Realistic
Mathematic Education (RME). www. Spirit-guru.com. diakses januari 2015
Gie.1995. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Liberti
Isdianti. Indah 2013. Keefektifan Pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap
Motivasi dan Hasil Belajar Materi Sudut pada Siswa kelas III (Penelitian di
Sekolah Dasar Negeri Debong Tengah Kota Tegal).Skripsi UNNES Semarang
Jumeno, 2013. “Peningkatan Aktifitas Dan Hasil
Belajar Sifat-Sifat Bangun Ruang Dengan Pendekatan Pembelajaran Realistic Mathematic Education Metode Demontrasi di Kelas IV SDN Gulangpongge 01 Pati Tahun 2012/2013”. Laporan PTK
Muhsetyo Gatot. 2008. Pembelajaran
Matematika Di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Romberg. 1992. Strategi
Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME). www. Spirit-guru.com.
diakses januari 2015
Treffers 2000. Strategi Pembelajaran
Realistic Mathematic Education (RME). www. Spirit-guru.com. diakses januari
2015